Masa kecil Gus Yatun dan Mbah Dullah melawan Kolonial Belanda

(pada postingan kali ini saya akan membahas mengenai masa kecil guru dan juga kyai saya KH Hayatun Abdullah Hadziq dan Ayah beliau KH Abdullah Hadziq)




pada masa kolonial dan awal kemerdekaan, KH Abdullah hadziq (Mbah Dullah) juga dikenal sebagai penggerak pejuang NU di tahun-tahun awal berdirinya. Saat meletus perang 10 November 1945 (pasca Fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober), Mbah Dullah ditunjuk gurunya, Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari (Mbah Hasyim) sebagai penyedia dan pengaman logistik para pejuang yang ada di Surabaya.

Agar pengiriman logistik aman sampai tujuan dan aman sentosa, Mbah Dullah dibekali Mbah Hasyim sebuah jimat yang membuat tentara NICA pimpinan Inggris terbutakan matanya. Pengabdian kepada NU sebagai penggerak inilah yang membuat pengaruh Mbah Dullah di Jepara kala itu makin disegani.

Jimat Mbah Hasyim mengingatkan sebuah tongkat komando dari KH Asnawi Bendan Kudus (pendiri NU), yang pernah diberikan kepada Mbah Dullah dan hingga kini masih tersimpan rapi dan diserahkan kepada Gus Yatun.

Tongkat itu adalah saksi sejarah saat Mbah Asnawi berjuang bersama Mbah Hasyim menghadapi momentum tersulit di masa-masa awal NU berdiri. Jika pendiri NU Mbah Hasyim diwasiati tongkat oleh Syaichona Cholil Bangkalan (disimpan oleh PBNU), maka Mbah Dullah diserahi tongkat komando Mbah Asnawi Kudus, yang konon punya keramat bisa digunakan sebagai titik memulai “membersihkan” jagad angkara murka yang meluas tak terkendali.

Jadi, selain ulama yang alim allamah, Mbah Dullah adalah pejuang, yang dalam buku sejarah lokal daerah pun, belum/tidak tertulis kiprah besarnya. Padahal bukti masih bisa dideteksi jika mau.

Meski begitu, tampilan kesederhanaan beliaulah yang membuat orang segan dan hormat. Kepada kiai lain, baik yang seusia atau lebih senior, beliau selalu memosisikan diri dengan adab dan tawadlu’. Termasuk kepada KH Arwani Amin Kudus.

Walaupun sudah jadi kiai besar dan berpengaruh di Jepara, tanpa perantara, Mbah Dullah datang langsung ke Kiai Arwani ketika memondokkan putranya, Hayatun. “Kang, anakku tak titipke supaya bisa ikut bantu nyapu-nyapu atau ngepel lantai pondok. Aku pasrah,” begitu pinta Mbah Dullah ke Kiai Arwani kala itu. Pilihan kalimatnya sangat tawadlu’.

Karena sudah dipasrahkan ngaji Al-Qur’an, bibarkatillah, Gus Hayatun muda mampu merampungkan hafalan Al-Qur’an 30 juz dalam waktu tujuh bulan saja. Bisa begitu karena selama ngaji di Kudus, ia mengisi 24 jam full waktunya hanya untuk nderes ngaji Al-Qur’an. Tidur sekitar 1-2 jam. Tapi, sebelum “digeret” ngaji Al-Qur’an ke Kudus, Mbah Dullah punya cara sendiri mendidik Gus Hayatun kecil yang dikenal jadzab.

Tiap ngaji bandongan bersama santri di Balekambang, Mbah Dullah selalu memanggil putranya tersebut untuk mimijat. Sambil ngaji, Gus Hayatun diperintah memijat pundak Mbah Dullah yang tiduran/duduk membaca kitab kuning. Jika hendak ijin selesai memijat pundak kiri, Mbah Dullah minta dipijat lagi pundak kanannya. Begitu terus sampai ngaji bandongan selesai, setiap hari. Alhasil, saat dipaksa memijat itulah, Gus Hayatun kecil otomatis mendengar langsung isi kitab yang dibaca Mbah Dullah.





              foto kh hayatun bersama maulana habib lutfi bin yahya

    

Meski nakal, untuk urusan memijat ini, Gus Hayatun kecil tidak berani menolak perintah abahnya. Praktik birrul walidain inilah yang menarik KH Hasan Askari (Mbah Mangli, Magelang untuk menjadikan Gus Hayatun kecil sebagai anak angkat. Selama tujuh hari, Gus Hayatun kecil yang belum khitan, tinggal se-ndalem bersama Mbah Mangli, atas persetujuan Mbah Dullah tentunya.

Sepulang dari Mbah Mangli di Magelang, Gus Hayatun muda dikhitankan oleh Mbah Dullah. Peralihan kepada usia baligh inilah, KH Muhammadun Pondoan, Tayu, Pati, menggantikan peran Mbah Mangli sebagai ayah, menemani Gus Hayatun selama semalam penuh di Balekambang untuk didoakan.

Karakter “open dan telaten”, suka mayoran, rendah hati kepada yang lebih sepuh, dan taat pada guru itulah, yang agaknya ditiru dan diittiba’i oleh Gus Hayatun Alhafidz dari abahnya

~al fatikhah kagem mbah Dullah mugi-mugi kito sedoyo angsal barokah ipun



                  makam Kh abdullah hadziq










by : gydho 
     : barok


           ~""KAMU IYA KAMU LOVE YOU""~~

Komentar

Postingan populer dari blog ini